8:13 PM |
Tata cara shalat Nabi |
“Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihatku shalat” (HR.Bukhari)
Inilah
perintah Rasulullah SAW kepada kita dalam shalat agar shalat yang kita kerjakan
sempurna. Al-qathani telah membantu kita dengan menyusun buku tata cara shalat
Nabi SAW dengan didasarkan pada hadist-hadist yang shahih. Beliau merinci
serangkaian urutannyamulai dari takbiratul ihram sampai salam, baik gerakannya
maupun bacaannya juga menjelaskan mana yang termasuk perbuatan yang rukun, yang
wajib, maupun bacaannya, juga menjelaskan mana yang termasuk perbuatan yang
rukunyang wajib, maupun yang sunnah, sehingga dengan penjelasan tersebut kita
dapat memperoleh gambaran kesempurnaan shalat sebagaimana yang dicotohkan Rasulullah
SAW. Semoga kita dapat mengamalkannya, sehingga segala yang kita kerjakan
diterima dengan baik oleh Allah SAW.
1.
Berwudhu
secara sempurna terlebih dahulu
Seseorang yang akan mengerjakan shalat
wajib berwudhu sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam suatu
hadits Abdullah Bin Umar mengatakakan bahwa seseorang tidak akan diterima
(Allah) shalat yang dikerjakan tanpa berwudhu dan tidak akan diterima (Allah)
shadaqah dari harta yang haram.
Karenannya sudah seharusnya bagi seorang
muslim untuk bersuci sebelum mengerjakan shalat
2.
Menghadap
ke arah kiblat (ka’bah)
Allah
berfirman :
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ
أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
[Sungguh
kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
masjidil haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (yahudi dan nasrani) yang diberi al kitab (taurat
dan injil) memang mengetahui, bahwa (berpaling ke masjidil haram) itu adalah
benar dari tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.
Dalam hadist Abu Hurairah yang
menceritakan tentang seseorang yang tidak menyempurnakan shalatnya, Nabi
bersabda
Jika
engkau mengerjakan shalat maka berwudhulah secara sempurna terlebih dahulu,
kemudian menghadaplah ke arah kiblat.
3.
Membuat
sutrah
Sutrah
adalah benda yang diletakkan didepan seseorang yang tengah mengerjakan shalat
sebagai batas tempat sujudnya agar tidak ada orang lain yang lewat di depannya.
Seseorang yang akan mengerjakan shalat
hendaknya membuat sutrah jika ia bertindak sebagai imam atau mengerjakan shalat
secara munfarid (sendirian).
Posisi sutrah sebaiknya didekatkan , hal
ini sebagaimana disebutkan hadist abu said ra dari Nabi SAW bahwa beliau
bersabda :
“Jika seseorang dari
kalian mengerjakan shalat, hendaklah dia shalat dengan menghadap ke sutrahnya
dan agar mendekat kepadanya” (HR. Abu Dawud)
Antara sutrah dan tempat sujud seseorang
hendaklah diberi jarak selebar tempat yang bisa dilalui seekor kambing ; antara
dia dan sutrahnya berjarak kira-kira selebar tempat yang cukup untuk melakukan
sujud dan hendaknya tidak lebih dari tiga hasta (kurang lebih 52 inchi). Begitu
juga jarak antara shaf depan dan tempat sujud shaf belakangnya hendaklah
berjarak kira-kira selebar tempat yang bisa dilalui seekor kambing.
Nabi SAW bersabda:
“Janganlah kamu
sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat
di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu,
bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan.” (HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).
Beliau juga bersabda:
“Bila seseorang
di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya
sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.” (HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh
Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara
lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana,
tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang
semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
4.
Bertakbiratul
ihram
Takbirakul ihram dilakukan dalam
keadaan berdiri sambil berniat di dalam hatinya untuk mengerjakan shalat yang
diinginkannya, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah sebagai bentuk taqarrub
ilAllah sambil berucap :
Allahu
akbar
Dengan
pandangan tertuju ke tempat sujud, dengan mengangkat kedua tangannya dengan
jari-jari dirapatkan dan setentang dengan bahu atau sejajar dengan telinga.
Allah
berfirman: (Qs.Al Baqarah (2) 238).
“Berdirilah karena allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.” (QS. Al-Baqarah (2): 238)
Nabi
SAW pernah bersabda kepada Iman Bin Husain Ra:
“Shalatlah engkau
sambil berdiri : jika tidak mampu, shalatlah sambil duduk: dan jika tak mampu,
maka shalatlah sambil berbaring miring.”.
(HR. Bukhari)
Hadist-hadist yang menjelaskan tentang
mengangkat tangan ada tiga macam:
a. Menjelaskan
bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu baru kemudian
bertakbir.
b. Menjelaskan
bahwa Nabi SAW bertakbir terlebih dahulu, baru kemudian mengangkat kedua
tangannya.
c. Menjelaskan
bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir dan selesai
bersamaan dengan selesainya takbir.
Karenanya barangsiapa yang mengerjakan
satu dari ketiga sifat shalat (dalam hal bertakbir) ini, berarti dia telah
berbuat sesuai dengan sunnah.
5.
Meletakkan
tangan di dada setelah selesai bertakbir
Yakni tangan kanan diletakkan di atas
punggung telapak, pergelangan, dan lengan tangan kiri sebagaimana dijelaskan
bahwa hadist wa’il bin hujr dia berkata bahwa :
“Aku pernah mengerjakan
shalat bersama Nabi SAW. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan
kirinya di dada”
Dalam lafadz lain disebutkan bahwa
“kemudian beliau meletakkan tangan kanannya, di atas punggung telapak,
pergelangan dan lengan”.
6.
Membaca
do’a iftitah dan setelah takbiraktul ihram
Macam
do’a-do’a iftitah yang dilakukan seseorang saat shalat:
a.
Alloohumma
baa’id bainii wa baina khothooyaaya kamaa baa’atta bainal masyriqi wal magHRib.
Alloohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqost tsaubul abyadhu minad
danas. Alloohummaghsilnii min khothooyaayaa bits tsalji wal maa’i wal barod
b.
Subhaanakalloohumma
wa bihamdika wa tabaarokasmuka wa ta’aalaa jadduka wa laa ilaaha ghoiruka.
c.
Wajjahtu
wajhiya lil ladzii fathoros samaawaati wal ardho haniifam muslimaw wamma ana
minal musyrikiin. Inna sholaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi
robbil’aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin.
Alloohumma antal maliku laa ilaaha illa anta, anta robbii wa ana’abduka,
zholamtu nafsii wa’ taroftu bidzambii faghfir lil dzunuubii jamii’an, innahuu
laa yaghfirudz dzunuuba illa anta. Wahdinii lil ahsanil akhlaaq, laa yahdii li
ahsanihaa ‘anni sayyi-ahaa illa anta. Labbaika wa sa’daika, wal khoiru kulluhuu
fii yadaika wasy syarru laisa ilaika, ana bika wa ilaika, tabaarokta wa
ta’aalaita astaghfiruka wa atuubu ilaika.
7.
Membaca
ta’awwudz
Bacaan
ta’awwudz adalah :
A’uudzu billaahi minasy
syaithoonir rojiim.
Hal
ini didasarkan pada firman Allah :
“Jika engkau hendak
membaca al-Qur’an , mak mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan
yang terkutuk” (Qs. An-Nahl (16):98)
8.
Membaca
basmalah secara sirr
Basmalah merupakan ayat yang berdiri
sendiri. Bukan merupakan dari surat al Fatihah dan bukan pula bagian dari surah
surah yang lain. Allah menurunkannya secara terpisah dari surah surah, hanya
saja , ia merupakan bagian dari salah satu ayat dari surat an-naml. Demikianlah
yang lebih rajih. Adapun yang merupakan ayat ketujuh dari surat al-Fatihah
menurut para muhaqqiq adalah ghoiril
maghdhuubi ‘alaihim wa ladhdhooollin.
9.
Membaca
al-Fatihah
Membaca
al Fatihah wajib bagi setiap orang yang mengerjakan shalat, termasuk juga
makmum, baik dalam shalat jahriyyah
dan syiriah. Kewajiban membaca al Fatihah menjadi gugur bagi makmum masbuq yang
mendapati imam sedang melakukan ruku’. Kewajiban membaca al Fatihah juga gugur
bagi makmum yang lupa atau tidak hafal.
10.
Membaca
aamin setelah selesai membaca Al
Fatihah
Membaca aamin bisa dijabarkan dan bisa
juga disirrkan. DijaHRkan bila bacaan al Fatihah yang di jaHRkan;dan di sirrkan
bila bacaan al-Fatihahnya disirrkan. Didasarkan pula pada hadist abu hurairah
ra yang lain bahwa rasullah SAW bersabda bahwa:
"bila imam telah mengucapkan :”ghoiril maghrdhhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin , maka ucapkanlah ‘aamin’, sebab barang siapa yang ucapan aamin nya bersamaan dengan ucapan ‘aamin’ nya para malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan di ampuni (HR. Bukhari).
"bila imam telah mengucapkan :”ghoiril maghrdhhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin , maka ucapkanlah ‘aamin’, sebab barang siapa yang ucapan aamin nya bersamaan dengan ucapan ‘aamin’ nya para malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan di ampuni (HR. Bukhari).
11.
Membaca
surat
Dalam membaca surah setelah al Fatihah,
hendaknya seseorang memilih surat yang mudah baginya. Membaca surat setelah
membaca al Fatihah ini dilakukan pada dua rakaat shalat subuh dan shalat jumat;
pada dua rakaat pertama shalat dzuhur, ashar, magrib, isya’ dan pada semua
rakaat shalat sunah. Hal ini didasarkan pada hadist abu qatadah ra, dia berkata
:
“Adalah
Rasulullah SAW biasa membaca al Fatihah dan surah pada dua rakaat pertama
shalat dzuhur yang (bacaan surahnya) beliau panjangkan pada rakaat pertama dan
beliau pendekkan pada rakaat kedua; dan terkadang beliau memperdengarkan
bacaannya kepada kami (para makmum).
Dalam (dua rakaat
pertama) shalat ashar, beliau juga membaca al Fatihah dan surah yang (bacaan
surahnya) beliau panjangkan pada rakaat pertamanya. Beliau juga memanjangkan
bacaan surahnya pada rakaat pertamanya shalat subuh dan memendekkannya pada
rakaat keduanya.”(HR. Bukhari dan muslim)
12.
Diam
sebentar setelah selesai membaca surat
Lamanya kira-kira sekadar waktu untuk
bisa mengembalikan nafas, sehingga tidak langsung ruku’ begitu selesai membaca
surat. Diam disini berbeda dengan diam pertama sebelum membaca al Fatihah;
sebab diam pertama sambil membaca do’a iftitah(yang memang tidak dijahrkan), sehingga lamanya
sesuai dengan lamanya membaca do’a iftitah. Dalam hadist hasan, dari samurah,
dari Nabi SAW disebutkan:
Bahwa
Nabi SAW biasa diam dengan dua macam, diam (dalam shalat) yakni ketika membaca
do’a iftitah dan ketika telah selesai membaca surat. (HR.Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad).
13.
Ruku’
Ruku’ dilakukan seraya mengucapkan
takbir sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua pundak atau telinga,
lalu menjadikan kepalanya rata dengan punggung dan meletakkan kedua telapak
tangan dikedua lutut seraya merenggangkan jari-jarinya. Dalam hadist Hurairah
Ra yang menceritakan tentang seseorang yang tidak mengerjakan shalatnya secara
sempurna, disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda kepada orang tersebut :
“Kemudian ruku’lah engkau
hingga tuma’nina dalam ruku’mu” (HR. Bukhari)
14.
Membaca
do’a saat ruku’
Sewaktu ruku’ membaca do’a : subhaana
rab biyal ‘azhiim dan afdhalnya dibaca sebanyak tiga kali. Sewaktu ruku’
seseorang juga boleh membaca do’a lain yang memang berasal dari Nabi,
diantaranya : subhaanakallaahumma
robbana wa bihamdikallaahummaghfir lii. Perlu diperhatikan bahwa Nabi SAW
telah melarang kita untuk membaca Al
Qur’an dalam ruku’ dan sujud. Beliau bersabda :
“Ketahuilah bahwasannya
aku telah dilarang (oleh Allah) untuk membaca al Qur’an sewaktu sujud dan
ruku’. Karenanya sewaktu ruku’, agungkanlah rabb. Adapun sewaktu sujud maka
bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo’a, sebab do’a pada saat sujud lebih
mudah untuk dikabulkan.” (HR. Muslim)
15.
Bangkit
dari ruku’
Bangkit dari ruku’ dilakukan seraya
mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu atau kedua telinga sambil
mengucapkan : robbana wa lakal hamdu.
Jika seseorang menjadi makmum, maka dia
cukup mengucapkan : robbana wa lakal hamdu ketika sudah bangkit. Hal ini
didasarkan pada hadist abu hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Jika imam telah
mengucapkan : ‘sami’Allahu liman hamidah, maka berucaplah kalian : Allahhuma
robbanaa lakal hamdu, sebab barang siapa yang ucapan ‘Allahumma robbanaa lakal
hamdu-nya bersamaan dengan ucapannya malaikat, maka dosa-dosanya yang telah
lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan muslim)
Yang afdhal, baik bagi imam, munfarid
maupun makmum, adalah meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di dada
sesudah bangkit dari ruku’ sebagaimana pada waktu berdiri sebelum melakukan
ruku’. Orang yang melakukan i’tidal diharuskan untuk tuma’ninah. Orang yang
sedang beeri’tidal juga boleh membaca dzikir-dzikir lain selain yang telah
disebutkan di atas asal memang disyari’atkan.
16.
Sujud
Sujud
dilakukan seraya bertakbir, lalu meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan,
jika hal ini memang mudah dikerjakan. Jika yang demikian dirasa sulit,
seseorang boleh meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lutut.
Allah
berfirman :
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku’lah kalian; sujudlah kalian; sembahlah rabb kalian; dan
perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan.”
Qs. Al-Hajj (22):77
Orang
yang sedang sujud diperintahkan untuk melakukan hal-hal berikut :
·
Menghadapkan jari-jari
tangan dan jari-jari kaki ke arah kiblat.
·
Membentangkan dan
merapatkan jari-jari tangan.
·
Memegarkan jari-jari
kaki.
·
Meletakkan tujuh
anggota badannya di lantai atau tempat sujud, yakni : dahi dan hidung, kedua
telapak tangan, kedua lutut, dan perut jari-jari kedua kaki.
·
Merenggangkan kedua
lengan atas dari rusuk.
·
Merenggangkan perut
dari kedua paha dan kedua paha dari kedua betis, serta merenggangkan antara
kedua paha.
·
Meletakkan kedua
telapak tangan sejajar dengan kedua bahu.
·
Tidak menghamparkan kedua
lengan di lantai.
·
Menempelkan antara
kedua telapak kaki.
·
Menegakkan kedua
telapak kaki.
17.
Membaca
do’a ketika sujud
Sewaktu sujud seseorang hendaknya
membaca do’a : subhaana robbiyal a’laa
dan afdhalnya dibaca tiga kali. Orang yang sedang sujud juga dianjurkan memperbanyak
do’a dan memohon kebaikan dunia akhirat kepada Allah, baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Hal ini didasarkan pada
hadist abu hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Saat seorang hamba
paling dekat kepada rabb nya adalah sewaktu dia melakukan sujud. Karenanya
perbanyaklah do’a sewaktu sujud. ” (HR. Muslim)
18.
Bangkit
dari sujud
Bangkit dari sujud dilakukan seraya
bertakbir, lalu duduk betul-betul tegak. Dijelaskan dalam hadist abu hurairah
ra yang menceritakan kisah seseorang yang tidak mengerjakan shalatnya secara
sempurna bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
“Kemudian
bangkitlah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam duduk”.
(HR. Bukhari)
“Kemudian beliau (Nabi
SAW) bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud.”
(HR. Bukhari dan muslim)
Tiga
kriteria dalam meletakkan telapak tangan di atas paha seewaktu duduk di antara
dua sujud, yaitu :
·
Telapak tangan kanan
diletakkan di atas paha kanan dan telapak tangan kiri di atas paha kiri.
·
Telapak tangan kanan
diletakkan pada lutut kanan dan telapak tangan kiri diletakkan pada lutut kiri.
·
Telapak tangan kanan
diletakkan di atas paha kanan dan telapak tangan kiri di atas paha kiri dengan
menggenggamkan jari-jari tangan kiri pada lutut kiri.
19.
Membaca
do’a saat duduk di antara dua sujud
Do’a saat duduk di antara dua sujud
adalah : robbighfir lii. Robbighfir lii.
Hal ini didasarkan hadist Abu Hurairah Ra yang dia marfu’akan :
“Lama dududk beliau
sewaktu duduk di anatara dua sujud kira-kira sama dengan lama beliau sujud.
Sewaktu duduk tersebut beliau membaca : robbighfir lii. Robbighfir lii.” (ya
rabbku,ampunilah dosaku. Ya rabbku ampunilah dosaku.)(HR. Abu dawud dan ibnu
majah. Dishahihkan albani dala irwa’ul ghalil hadist no. 335 dan dalam shahih
ibni majah 1/148)
20.
Sujud
setelah duduk di anatara dua sujud
Sujud ini dilakukan seraya bertakbir.
Apa yang dilakukan dalam sujud kedua ini sama dengan yang dilakukan dalam sujud
peertama. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist abu hurairah ra yang
menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :
“....kemudian sujudlah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujudmu, kemudian bangkitlah
sehinggaengkau benar-benar tuma’ninah dalam dudukmu, kemudian sujud lagilah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujudmu, kemudian kerjakanlah yang
seperti itu dalam semua shalatmu.” (HR. Bukhari)
21.
Bangkit
dari sujud
Bangkit dari sujud kedua dilakukan
seraya bertakbir, lalu duduk sebentar, yang dinamakan dengan duduk istirahat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist abu hurairah ra yang menceritakan
perihal seseorang yang tidak mengerjakan shalatnya secara sempurna, lalu Nabi
SAW bersabda kepada orang tersebut :
“....kemudian sujudlah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujudmu, kemudian bangkitlah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam dudukmu, kemudian sujud lagilah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujudmu, kemudian bangkitlah
sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam
dudukmu, kemudian kerjakanlah yang seperti itu dalam semua shalatmu.”
Abu usamah (rawi) berkata di bagian akhir hadist ini : “sehingga engkau
benar-benar tegak dalam duduk.” (HR. Bukhari).
22.
Bangkit
untuk raka’at kedua
Bangkit dari sujud untuk melakukan
raka’at kedua dilakukan dengan bersetumpu pada dada kedua telapak kaki dan
kedua lutut dengan menekankan tangan ke kedua paha (jika hal ini memang mudah
dikerjakan), lalu berdiri dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau
telinga. Hal ini didasarkan pada hadist wa’il yang menyebutkan :
“ketika bangkit, beliau
SAW mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”
(HR. Abu dawud, tirmidzi, nasa’i, ibnu majah, dll)
Jika cara demikian dirasa berat,
seseorang boleh melakukannya dengan menopangkan tangannya ke lantai. Dalam
hadist malik bin huwairits yang menyebutkan :
“ketika bangkit dari
sujud kedua, dia (‘amr bin salamah) dududk terlebih dahulu, lalu menopangkan
tangannya ke tanah, lalu berdiri.” (HR. Bukhari)
23.
Mengerjakan
raka’at kedua
Raka’at kedua dikerjakan sebagaimana
raka’at pertama. Apa yang dikerjakan dalam raka’at kedua sama dengan apa yang
dikerjakan dalam raka’at pertama, kecuali dalam 5 hal :
·
Takbiratul ikHRam
·
Diam
·
Do’a iftitah
·
Raka’at kedua tidak
dipanjangkan sepanjang raka’at pertama, melainkan lebih pendek daripadanya
dalam semua shalat.
·
Pada raka’at kedua
tidak dilakukan niat.
24.
Duduk
tasyahhud pada raka’at kedua
Jika shalat yang dikerjakan berjumlah
dua raka’at, seperti shalat subuh, shalat jum’at, dan shalat ‘id, maka sesudah
mengerjakan sujud kedua pada raka’at kedua pelakunya duduk guna mengerjakan
tasyahhud dengan menegakkn telapak kkinya yang kanan dan menduduki telapak
kakinya yang kiri. Sebagimana dijelaskan dalam hadist abu humaid ra yang dia
marfu’kan :
“jika duduk pada
raka’at kedua, beliau (Nabi SAW) menduduki telapak kakinya yang kiri dan
menegakkan yang kanan.” (HR. Bukhari)
Tiga macam sikap untuk telapak tangan kanan yang
semuanya benar,
yaitu :
·
Menggenggamkan semua
jari dan memberi isyarat dengan jari telunjuk.
·
Melingkarkan ibu jari
dan jari tengah, menggengamkan jari kelingking dan jari manis, dan memberi
isyarat dengan jari telunjuk.
·
Membentuk angka 53 dan
memberi isyarat dengan jari telunjuk.
Ketika melakukan duduk tasyahhud ini,
pandangan seseorang hendaknya tertuju ke jari telunjuk yang tengah memberi
isyarat.
Sunnahnya,
ketika membaca dzikir dan do’a, jari telunjuk dihadapkan kea rah kiblat dengan
digerak-gerakkan, dan tidak digerak-gerakkanbila dzikir dan do’anya telah
selesai dibaca, melainkan diluruskan saja. Menggerak-gerakkan yang dimaksud
dalam hadist kedua adalah menggerak-gerakkan selama tasyahud, sehingga
kesimpulannya adalah menggerak-gerakkan jari telunjuk sewaktu berdo’a saja.
Hikmah meberi isyarat dengan
satu jari telunjuk adalah untuk menandakan bahwaDzat yang diibadahi ituMaha
Esa. Dengan isyarat tersebut hendaknya seseorang meniatkan untuk melambangkan
tauhid dan ikhlas, sehingga semuanya, bauk ucapan, tindakan, maupun i’tiqadnya
tergabung dalam satu wadah tauhid dan, dan berdasarkan apa yang telah diuraikan
diatas bahwa menggerak-gerakkan jari telunjuk itu hanya dilakukan sewaktu
berdo’a atau membaca dzikrullah saja.
25.
Membaca
tasyahhud
Pada
saat duduk tasyahhud kita membaca tasyahhud, yakni :
At-tahiyyaatu lillaah,
wash sholawaatu wath thoyyibaat. As-salaamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu wa
rohmatullahi wa barokaatuh. As-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish
shaalihin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah (wahdahuu laa syariika lah) wa
asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh.
Dan selanjutnya membaca:
Allahumma sholli ‘alaa
muhammad, wa ’alaa aali muhammad, kamaa shallaita ‘alaa ibroohiim, wa ‘alaa
aali ibrohiim, innaka hamiidum majiid. Allahumma baarik ‘alaa muhammad, wa
‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim, wa ‘alaa aali ibrohiim,
innaka hamiidum majid.
Setelah selesai membaca shalawat, dilanjutkan dengan
do’a permohonan perlindungan dari empat perkara, yaitu:
“Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka Jahanam, dari adzab
kubur, dari fitnah ketika hidup dan menjelang mati, dan dari buruknya fitnah
Dajjal.”
26.
Salam
Salam ke kanan, lalu ke kiri seraya
mengucapkan : “as-salaamu ‘alaikum wa rohmatullaah; assalaamu ‘alaikum wa rohmatullooh.” Didasarkan pada
hadist jabir bin samurah ra, dia berkata :
“Tatkala mengerjakan
shalat bersama Rasulullah, (sewaktu malam) kami mengucapkan : ‘as-salaamu ‘alaikum wa rohmatullah. As-salaamu
‘alaikumwa rohmatullooh.’ Rasulullah SAW lalu
bersabda : mengapa (sewaktu malam) kalian memberi isyarat dengan tangan kalian
bagaikan ekor kuda larat? Cukuplah seseorang dari kalian (tetap) meletakkan
telapak tangannya pada pahanya, lalu mengucapkan salam kepada saudaranya yang
ada di sebalah kanan dan kirinya.” (HR. Muslim)
Setelah selesai shalat,
seseorang boleh bangkit (meninggalkan tempat shalat) dari sebelah kanan dan
boleh dari sebelah kiri.
27.
Tasyahhud
awal untuk shalat 3 atau 4 raka’at
Untuk shalat yang berjumlah 3 raka’at,
seperti maghrib
; atau 4 raka’at seperti shalat zhuhur, ‘ashar, dan isya’, maka dalam tasyahhud
awal seseorang cukup membaca bacaan tasyahhud saja dan tidak perlu melanjutkan
dengan membaca do’a. Namun yang afdhal, dia juga membaca shalawat kepada Nabi
SAW.
28.
Duduk
tawarruk dalam tasyahhud akhir
Duduk tawarruk yaitu duduk dengan
meletakkan pantat di lantai. Ketika tasyahhud akhir. Dijelaskan dalam hadist
abu humaid as-sa’idi yang menyebutkan :
“Jika duduk dalam raka’at
kedua, beliau (Nabi SAW) duduk dengan menduduki telapak kaki kirinya dan
menegakkan telapak kakinya yang kanan, sedang jika duduk dalam raka’at
terakhir, beliau mengeluarkan telapak kakinya yang kiri (melalui bawah tulang
kering kaki kanan) dan menegakkan telapak kakinya yang kanan, sementara beliau
duduk di tempat duduknya (di lantai).”
(HR. Bukhari)
Demikianlah yang afdhal, yakni duduk
iftirasy dalam tasyahhud awal dan duduk tawarruk dalam tasyahhud akhir
dikarenakan Nabi SAW melakukan yang demikian.
29.
Membaca
tasyahhud shalawat Nabi SAW dan do’a
Ketika duduk dalam raka’at ketiga shalat
magHRib dan raka’at keempat shalat dzuhur,ashar,dan isya’,kita membaca
tasyahhud,shalawat Nabi,dan do’a yang disukainya. Hal ini telah dijelskan
secara rinci diatas.
30.
Salam
Salam dilakukan dengan menolehkan kepala
kekanan,lalu kekiri seraya mengucapkan:
“as-salamu’alaikum
wa
rohmatullooh.as-salaamu’alaikum wa rohmatullooh.”